"Mbak Nov, materi belajar Nayfah setiap hari hanya belajar kreatifitas saja, ya? Saya sering mampir ke blog mbak untuk cari inspirasi aktivitas anak. Boleh tahu aktifitas apa saja yang mbak berikan untuk Nayfah?" tanya seorang teman via inbox ke akun facebook saya.
Sebenarnya, ada banyak materi pelajaran Nayfah. Hanya saja, yang saya posting di blog adalah pelajaran kreatifitasnya. Basically, Nayfah suka belajar apapun. Saya mengajarinya berlatih motorik halus, mengenal huruf, perbandingan, dll. Yang ingin tahu materi belajarnya, berikut saya beri sedikit contoh:
Untuk melatih motorik halusnya, saya membuat garis putus-putus seperti di bawah ini:
Nayfah menulis mengikuti garis putus-putus, dari pangkal (simbol lingkaran) hingga ujung (simbol segitiga).
Untuk menggunting, untuk mengenalan awal saya menggunakan garis lurus putus-putus seperti di atas, tapi lebih panjang. Masing-masing dengan posisi vertikal (3 buah), dan horizontal (3 buah). Setelah menyelesaikan tugas itu, saya beri lagi dengan motif zig-zag dan melengkung.
Setelah mahir mengerjakan hal-hal di atas, sekarang Nayfah mulai bisa mnggambar ikan, perahu, orang, dll. Selain itu, saya juga melatih motorik halusnya dengan cara menebalkan huruf. Tujuannya hanya untuk melatih motorik halusnya yah, BUKAN mengajarkan membaca dan menulis. Jadi, Nayfah menebalkan huruf a, b, c, dan seterusnya dengan menganggap itu adalah gambar untuk berlatih menggambar.
Kenapa saya tidak mengajarkan membaca dan menulis?
Well, okay... Nayfah sudah hafal alfabet sejak usia 2,5 tahun. Saat itu dia tertarik dengan lagu ABC, jadi sy print-kan teksnya. Dia belajar bahwa ini A, itu B, itu C, dan seterusnya. Sejak mengenal huruf, semua yang ada tulisannya dieja, baik itu di TV, baju, buku, dan lain-lain. Namun saya masih kekeuh untuk tidak mengajarkannya membaca. Sesuai komitmen, sebelum usia 7 tahun tidak akan saya ajarkan membaca dan menulis kecuali jika Nayfah sudah benar-benar siap atau meminta saya mengajarkannya.
Secara psikologis, anak usia di bawah 7 tahun akan menganggap huruf dan angka tak ubahnya seperti gambar. Mereka melihatnya sebagai "objek seni". Mengenalkan A, B, C, dan seterusnya sebagai satuan masih diperbolehkan, tetapi mengajarkannya seperti "M-A-MA" (mengeja) sangat tidak dianjurkan. Anak biasanya tidak akan tertarik dengan hal-hal seperti itu, tetapi orang tua dan guru memaksakan agar mereka bisa. Benar, kan?
Ada sebuah fakta yang mungkin juga akan diakui oleh sebagian besar pembaca. Ketika saya berbincang dengan seorang ibu yang mengajarkan anaknya membaca saat berumur 3-4 tahun, mereka mengatakan, "Biar nggak kalah dari anak-anak yang lain."
Ada juga yang mengatakan, "Biar dia bisa membaca buku, mbak. Lebih enak juga ke kita-nya. Belikan bukunya saja, nanti dia baca sendiri."
Oh... batin saya. Jadi demi gengsi, karena tidak mau dianggap "kalah" dari anak-anak orang? Bagaimana jika orang-orang itu melakukan kesalahan dengan memaksa anaknya belajar membaca, sedangkan anak mereka belum siap? Dan tentang membaca buku, apa sulitnya membacakan buku untuk anak? Mengapa tidak sedikit bersabar hingga anak-anak benar-benar siap dan berkeinginan untuk belajar membaca?
Manusia itu makhluk cerdas, Moms... Tidak dipaksa membaca pun, anak-anak akan penasaran dengan huruf-huruf yang ada di buku. Jika sudah saatnya, kita tinggal memancing rasa penasaran itu untuk membangkitkan keingintahuan mereka.
"Adek tahu nggak, buku ini bercerita tentang apa?"
"Nggak tahu, Bun, memangnya tentang apa?"
"Buku ini bercerita tentang bla.. bla.. bla... Adek ingin bisa membaca seperti Bunda? Mau Bunda ajarkan sampai bisa?"
Kira-kira seperti itulah pendekatan saat akan mengajarkan, untuk mengetahui kesiapan dan ketertarikan anak terhadap buku. Pilihlah buku yang menarik, banyak gambar dan sedikit teks. Buku seperti itu biasanya lebih menarik untuk anak.
Selain belajar ini, Nayfah juga main masak-masakan, lho! Seru, karena dia masak makanan sungguhan ^_^
Mau tahu bagaimana hasilnya? Klik disini.
Sebenarnya, ada banyak materi pelajaran Nayfah. Hanya saja, yang saya posting di blog adalah pelajaran kreatifitasnya. Basically, Nayfah suka belajar apapun. Saya mengajarinya berlatih motorik halus, mengenal huruf, perbandingan, dll. Yang ingin tahu materi belajarnya, berikut saya beri sedikit contoh:
Untuk melatih motorik halusnya, saya membuat garis putus-putus seperti di bawah ini:
Nayfah menulis mengikuti garis putus-putus, dari pangkal (simbol lingkaran) hingga ujung (simbol segitiga).
Untuk menggunting, untuk mengenalan awal saya menggunakan garis lurus putus-putus seperti di atas, tapi lebih panjang. Masing-masing dengan posisi vertikal (3 buah), dan horizontal (3 buah). Setelah menyelesaikan tugas itu, saya beri lagi dengan motif zig-zag dan melengkung.
Menyusun gelas plastik seperti ini bisa melatih anak dalam mengontrol power. Meletakkan gelas bersusun secara perlahan dan belajar tentang keseimbangan :) |
Setelah mahir mengerjakan hal-hal di atas, sekarang Nayfah mulai bisa mnggambar ikan, perahu, orang, dll. Selain itu, saya juga melatih motorik halusnya dengan cara menebalkan huruf. Tujuannya hanya untuk melatih motorik halusnya yah, BUKAN mengajarkan membaca dan menulis. Jadi, Nayfah menebalkan huruf a, b, c, dan seterusnya dengan menganggap itu adalah gambar untuk berlatih menggambar.
Kenapa saya tidak mengajarkan membaca dan menulis?
Well, okay... Nayfah sudah hafal alfabet sejak usia 2,5 tahun. Saat itu dia tertarik dengan lagu ABC, jadi sy print-kan teksnya. Dia belajar bahwa ini A, itu B, itu C, dan seterusnya. Sejak mengenal huruf, semua yang ada tulisannya dieja, baik itu di TV, baju, buku, dan lain-lain. Namun saya masih kekeuh untuk tidak mengajarkannya membaca. Sesuai komitmen, sebelum usia 7 tahun tidak akan saya ajarkan membaca dan menulis kecuali jika Nayfah sudah benar-benar siap atau meminta saya mengajarkannya.
Secara psikologis, anak usia di bawah 7 tahun akan menganggap huruf dan angka tak ubahnya seperti gambar. Mereka melihatnya sebagai "objek seni". Mengenalkan A, B, C, dan seterusnya sebagai satuan masih diperbolehkan, tetapi mengajarkannya seperti "M-A-MA" (mengeja) sangat tidak dianjurkan. Anak biasanya tidak akan tertarik dengan hal-hal seperti itu, tetapi orang tua dan guru memaksakan agar mereka bisa. Benar, kan?
"Ummi, ini A. Yang ini S, ini P, bla.. bla.. bla..." Tiap ada running text kegirangan sambil mendekati TV, jari mungilnya menunjuk huruf-huruf berjalan. |
Ada sebuah fakta yang mungkin juga akan diakui oleh sebagian besar pembaca. Ketika saya berbincang dengan seorang ibu yang mengajarkan anaknya membaca saat berumur 3-4 tahun, mereka mengatakan, "Biar nggak kalah dari anak-anak yang lain."
Ada juga yang mengatakan, "Biar dia bisa membaca buku, mbak. Lebih enak juga ke kita-nya. Belikan bukunya saja, nanti dia baca sendiri."
Oh... batin saya. Jadi demi gengsi, karena tidak mau dianggap "kalah" dari anak-anak orang? Bagaimana jika orang-orang itu melakukan kesalahan dengan memaksa anaknya belajar membaca, sedangkan anak mereka belum siap? Dan tentang membaca buku, apa sulitnya membacakan buku untuk anak? Mengapa tidak sedikit bersabar hingga anak-anak benar-benar siap dan berkeinginan untuk belajar membaca?
Main kemah-kemahan menggunakan kursi dan selimut. Nayfah duduk di kursi sambil belajar di dalam kemahnya ^_^ |
"Adek tahu nggak, buku ini bercerita tentang apa?"
"Nggak tahu, Bun, memangnya tentang apa?"
"Buku ini bercerita tentang bla.. bla.. bla... Adek ingin bisa membaca seperti Bunda? Mau Bunda ajarkan sampai bisa?"
Kira-kira seperti itulah pendekatan saat akan mengajarkan, untuk mengetahui kesiapan dan ketertarikan anak terhadap buku. Pilihlah buku yang menarik, banyak gambar dan sedikit teks. Buku seperti itu biasanya lebih menarik untuk anak.
Selain belajar ini, Nayfah juga main masak-masakan, lho! Seru, karena dia masak makanan sungguhan ^_^
Mau tahu bagaimana hasilnya? Klik disini.
Comments